|
sumber : Instagram.com/isyanasarasvati |
Sebagai seseorang yang memutuskan untuk belajar musik secara akademik, ternyata belajar musik bukanlah hal yang mudah. Musik yang kelihatannya keren, seperti orkestra, atau permainan instrumen piano solo yang hebat, ternyata banyak aspek di baliknya yang layak untuk diperhatikan. Namun, mayoritas masyarakat Indonesia masih banyak yang berpandangan bahwa seseorang piawai bermain musik atau berhasil di suatu bidang itu ditentukan karena faktor bakat saja.
Lantas terkait hal ini, apakah benar-benar hanya karena bakat saja
seseorang dapat piawai dalam bermusik?
Buku Ketika
Mozart Kecil Memainkan Jemarinya karya It Pin Arifin, dapat dijadikan salah
satu referensi untuk menjawab permasalahan ini.
Dalam buku ini dikemukakan bahwa seseorang dapat menjadi
ahli dalam suatu bidang terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya. It Pin
Arifin mengemukakan, seseorang dapat berkembang menjadi ahli dalam suatu bidang pengaruhnya
bukan hanya karena bakat saja melainkan lingkungan dan deliberate practice.
Apa itu Deliberate
Practice?
|
sumber : https://www.goodreads.com/book/show/13253673-ketika-mozart-kecil-memainkan-jemarinya |
Menurut It Pin
Arifin dalam buku Ketika Mozart Kecil Memainkan Jemarinya, “Latihan sampai
mendalam dengan tujuan memperbaiki kekurangan terus-menerus sambil merengkuh
kegagalan demi kegagalan, itulah Deliberate
Practice”.
Singkatnya dalam hal ini, latihan sangatlah penting untuk tidak
hanya memperhatikan dari segi kuantitas melainkan juga segi kualitas. Lingkungan
yang mendukung sangatlah berpengaruh, karena Deliberate Practice membutuhkan motivasi yang kuat.
Tak hanya terkait
itu, dalam buku ini disampaikan pula tentang mitos Gen dan IQ yang mana turut memberikan
sudut pandang baru. Selain itu, buku ini juga menyampaikan tentang kehebatan
otak manusia, bagaimana aspek grit berpengaruh
yaitu suatu motivasi yang tinggi dan terfokus, tentang growth mindset yaitu pola pikir bahwa seseorang dapat berkembang,
serta motivasi intrinsik yaitu suatu motivasi yang berasal dari dalam diri
sendiri.
Penjelasan dalam
buku ini sangat menarik dan layak untuk dijadikan referensi. Buku ini dapat membantu menjawab persoalan tentang
bagaimana seseorang dapat menjadi ahli dalam bermusik. Bahkan tidak hanya untuk
orang-orang yang ingin mengetahui ahli dalam bidang musik saja melainkan di
bidang lainnya pun juga masih relevan.
Melalui buku ini
pula dapat diketahui bahwa bakat bukan satu-satunya penentu seseorang dapat
menjadi ahli.
Dalam Epilog buku
tersebut Pin Arifin mengemukakan
bahwa terdapat empat aspek dimensi yang menentukan seseorang menjadi ahli yaitu dimensi
emosional, dimensi fisik, dimensi mental dan dimensi spiritual.
Untuk fondasi
dasar, dimensi emosional harus diperhatikan, dimensi ini berfungsi sebagai
penopang dan pendorong untuk dimensi fisik yaitu berkaitan dengan latihan
kualitas dan kuantitas yang baik dan benar, serta hal ini pula berkaitan dengan
dimensi mental yaitu bagaimana ketangguhan untuk sanggup menjalani proses
latihan dan pembelajaran yang tidak mudah.
Lalu, dimensi terakhir yang membuat
seseorang bersemangat memulai setiap hari dan merasakan makna dari ketiga fondasi
sebelumnya tersebut adalah dimensi spiritual, dimensi ini mengenai harapan dan
inspirasi yang membuat seseorang berani meraih impian lebih tinggi, meski dalam
situasi kelam sekalipun.
Dari penjelasan
buku ini kita dapat belajar bahwa latihan, dan terus konsisten adalah kunci
keberhasilan. Seringkali kita merasa
tidak berbakat hanya karena ingin menjadikan suatu alasan untuk berhenti pada
suatu proses yang dirasa tidak menyenangkan. Nyatanya, ketika ingin suatu hasil
yang maksimal, butuh proses yang maksimal pula.
Seorang performer musik yang sangat piawai memainkan
instrumennya, pastinya tidak semudah itu dalam mencapai keahliannya. Butuh
pemahaman latihan yang benar, jam terbang yang tinggi, guru hebat dibaliknya
serta motivasi yang kuat di dalam dirinya.
Bakat bukanlah satu-satunya penentu, jangan sampai hal
ini menjadikan kita untuk berhenti dan menyerah akan suatu impian yang ingin
kita gapai.
Irene Puri Kumala, Mahasiswi Program Studi Musik, Institut Seni Indonesia Yogyakarta