Halo musician, artikel kali ini akan membahas sebuah tips rekaman dengan menggunakan microphone. Baik dalam merekam instrumen atau vokal, microphone jelas masih dapat diandalkan walaupun saat ini banyak sekali instrumen yang dapat direkam secara direct. Kepuasan dari hasil rekaman membuat seorang produser musik mempertimbangkan perekaman dengan microphone walaupun terkadang harus merogoh kantong lebih. Namun penggunaan instrumen tidak semudah yang dibayangkan oleh seorang pemula. Banyak yang berpikir jika dengan microphone condenser instrumen yang direkam akan menjadi sangat baik, namun hasilnya ternyata duluar ekspektasi dan menyebabkan beberapa dari pemula menjadi putus asa. Tim Fisella akan memberikan tips rekaman yang penting buat kalian yang sedang memulai perekaman dengan microphone untuk memaksimalkan proses rekaman teman-teman sekalian.
Mendengar dari Segala Perspektif
Apa tujuan dari kita merekam sebuah instrumen? Pastinya untuk didengar kembali dan bahkan didistribusikan atau dijual. Lalu saya ingin bertanya, apakah sebelum merekam instrumen kita telah mendengar dari berbagai perspektif? Perspektif disini merujuk pada jarak pendengar dengan instrumen yang direkam. Pertanyaan berlanjut, apakah kita mendengarkan karakter ruangan yang digunakan saat rekaman? Ingat! Pada dasarnya merekam instrumen dengan microphone berarti kita juga merekam ruangan, dan setiap ruangan memiliki karakternya masing-masing.
Coba renungkan kembali dua pertanyaan di atas, jangan-jangan kita langsung menodong mic ke instrumen dengan harapan suaranya bagus karena pakai microphone mahal. Jika ya, saran Tim Fisella, teman-teman pertimbangkan dua pertanyaan tersebut. Cari referensi dari berbagai sumber bagaimana seorang audio engineer memilih ruangan/studio, menempatkan microphone, dan memilih jenis microphone. Dengan demikian kami rasa teman-teman akan mulai paham konsep dasar dari merekam instrumen dengan menggunakan microphone.
Tentukan "Sweetspot"
Sweet spot merupakan istilah yang digunakan oleh pecinta dunia audio dan audio engineer untuk menggambarkan titik fokus antara dua speaker, di mana seseorang mampu sepenuhnya mendengar campuran audio stereo dengan maksimal. Audio engineer juga mengartikan sweet spot sebagai titik terbaik yang dapat ditangkap dengan mikrofon. Setiap instrumen individu memiliki sweet spot sendiri, titik yang sempurna untuk menempatkan mikrofon menentukan hasil dari perekaman yang bertujuan untuk mendapatkan suara terbaik.
Kembali ke poin sebelumnya, mendengar dari berbagai persektif dan merujuk referensi penempatan microphone akan mempermudah kita untuk mendapatkan sweet spot dari instrumen yang akan direkam. Setiap instrumen memiliki sweet spotnya tersendiri, dengarkan berbagai instrumen dari berbagai genre dan sumber untuk menambah wawasan kita dalam menentukan sweetspot.
Bolehkah kita menentukan sweet spot kita sendiri? Tentunya sah-sah saja, asalkan pendengar merasa dipuaskan oleh hasil rekaman kita, baik rekaman mentah maupun rekaman yang telah diolah pada post processing. Namun dengan merujuk pada sweet spot yang umum digunakan, proses eksplorasi pada tahap editing akan lebih mudah karena referensinya lebih banyak daripada kita harus bereksplorasi dalam menentukan sweet spot yang "baru".