Pada artikel ini saya akan fokus membahas tentang dua buah istilah yang melekat dengan digital audio recording. Istilah yang dimaksud adalah Sample Rate dan Bit Depth yang sering ditanyakan oleh teman-teman pemula. Melalui banyaknya pertanyaan yang berluang saya mencoba merangkumnya dalam artikel ini. Mari kita bahas.
Memahami konsep digitalisasi
Kata digitalisasi diartikan oleh KBBI sebagai pemberian atau pemakaian sistem digital. KBBI memaknai kata ini dengan cukup singkat dan sederhana namun menurut saya belum begitu menjawab esensi dari kata ini. Merriam Webster Dictionary menjelaskan digitalisasi sebagai proses konversi sesuatu, seperti data dan citra menjadi bentuk digital. Untuk memperjelas pemaknaan dari dua kamus besar ini, saya akan mengulang ingatan saya ketika sempat mempelajari sistem digital di bangku perkuliahan. Mudahnya digitalisasi merupakan sebuah upaya merekayasa sinyal analog, kemudian menghasilkan output serupa sehingga dapat dimaknai manusia sebagai sebuah informasi yang sama. Perhatikan gambar di bawah, bagaimana sinyal analog diterjemahkan menjadi sinyal digital.
Jika kita meyakini bahwa suara atau bunyi merupakan gelombang analog maka algoritma dalam sistem digital mampu mengkonversi sinyal analog tersebut ke dalam bentuk digital. Bila bentuk digital dianggap sebagai sebuah "tiruan", maka tentunya dibutuhkan logika yang harus ditetapkan, logika inilah yang akhirnya menjadi cikal bakal Sample Rate dan Bit Depth dimana Sample Rate berfungsi untuk menggambarkan sinyal dalam dimensi waktu (x dalam diagram kartesius) dan Bit Depth untuk menggambarkan sinyal dalam dimensi tinggi/kedalaman (y).
Sample Rate dan Analoginya
Seperti yang sudah saya jelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa Sample Rate merupakan penggambaran atau penangkapan audio sample dalam dimensi waktu (x dalam diagram kartesius), semakin besar sample rate maka semakin baik pula kualitas suara pada perekaman audio digital. Perhatikan gambar di bawah untuk melihat bagaimana sample rate digambarkan dalam banyaknya titik (konsisten dalam satuan waktu) sebagai bentuk penangkapan sinyal analog.
Analogi paling mudah untuk membayangkan sample rate adalah konsep FPS (frame per second) dalam perekaman video. Semakin besar FPS maka semakin halus pergerakan videonya. Saat ini sample rate yang sering dipakai oleh audio engineer adalah 44,1KHz dan 48KHz.
Bit Depth
Sebelum kita mengenal bit depth ada baiknya untuk mengerti tentang dynamic range, floor noise, dan peak. Dynamic range diartikan sebagai rentang dinamika, sehingga harus ada dua pembanding untuk menentukan rentang dinamika ini. Rentang yang dimaksud adalah rentang antara level audio tertinggi dengan level audio terendah. Misal dalam sebuah orkestra terdapat instrumen A dengan level -16dB dan instrumen B memiliki level -6dB maka dynamic rangenya adalah 10dB. Terdapat sedikit perberbedaan konsep tentang dynamic range dalam perekaman audio digital, dimana rentang dinamika dihitung dari floor noise sebagai level terbawah dan peak sebagai level teratas.
Floor noise merupakan noise bawaan instrumen atau microphone walaupun dalam kondisi diam, sedangkan peak adalah batas atas level audio yang secara visual dapat ditangkap pada peak meter dalam warna merah atau kesan pecah dalam penangkapan audiotory. Semakin kecil bit depth maka jarak antara floor noise dan peak akan semakin pendek sehingga level terbesarpun dari audio terkesan mengandung noise, musik 8 bit pada era video games tahun 90an merupakan contoh kualitas audio dengan bit depth rendah. Kemunculan CD dengan 16bit membuat rentang dinamika menjadi lebih tinggi sehingga noise terkesan lebih kecil dari level tertinggi dari audio tersebut. Saat ini audio engineer memilih bit depth 24bit sebagai pilihan yang efektif dan efisien dalam perekaman audio digital.
Picture by Gigxels /Pixabay